Segera setelah pulih dari gegar otak akibat kecelakaan di Bali, Ita
meminta ijin kepadaku untuk diperbolehkan bekerja kembali. Kali ini,
Jakarta menjadi tujuannya. Alasannya, ada keluarga yang sudah lama
tinggal di sana dan bisa ikut mengawasi kesehariannya. Sangat berat aku
melepasnya. Kadang dampak dari gegar otak yang dialaminya masih sering
kambuh. Aku mengajukan alternatif untuk bekerja di Surabaya saja, tapi
tekadnya sudah bulat untuk meringankan beban ibu dan kakaknya dalam
membiayai sekolah adiknya yang bungsu.
Kepada kakaknya di Papua,
aku meminta tolong agar Ita dicarikan jodoh dengan memberitahukan
kondisi yang sebenarnya. Syarat utama dariku, calon suami Ita haruslah
seorang muslim. Alhamdulillah, ada seseorang berhati mulia yang bersedia
memperistri meskipun tahu kondisi Ita yang tak lagi sempurna.
Perkenalan dan persiapan pernikahan pun dilakukan jarak jauh karena
kondisi Ita di Jakarta sedangkan calon suaminya di Papua. Setelah
semuanya siap, Ita dan calon suaminya langsung bertemu di Kediri untuk
melangsungkan pernikahan. Setelah pernikahan usai, Ita diboyong suaminya
ke Papua. Tak tega melihatku sendirian di rumah, Andri memboyong
anak-anaknya ke Kediri untuk menemaniku, meskipun sebenarnya sudah aku
cegah.
Saat ini yang aku lakukan adalah berusaha membalas budi
baik orang-orang yang telah membantuku dalam meringankan beban biaya
perawatan Ita. Aku tidak mampu mengembalikannya berupa uang sebagaimana
mereka membantuku waktu itu karena memang aku tidak mampu melakukannya.
Yang aku punya hanyalah tenagaku saja. Jadi, kapan pun dan di mana pun
mereka membutuhkan bantuanku, aku siap melayani. Serepot apapun kondisi
Andri di rumah dalam menangani 3 jagoannya, aku tidak akan mempedulikan.
Aku pasti pergi. Aku hanya berpesan pada Andri untuk menangani
masalahnya sendiri dengan baik.
Bagi orang di sekitarku, yang
mereka lihat adalah bahwa hidupku sudah enak, anak-anak sudah mapan, aku
tinggal jalan-jalan saja. Kadang ke Jakarta, sesekali ke Kalimantan,
bahkan sempat hingga ke Malaysia. Kadang pergi hanya seminggu, pernah
sempat hingga 2 bulan. Mereka tidak pernah tahu bahwa semua itu aku
lakukan dalam rangka membalas budi baik orang-orang yang telah
membantuku dan tak mungkin pernah terbayar lunas sampai aku mati. Budi
baik mereka yang telah mengembalikan hidup Ita, putriku.
_______________________________________________________________________
Beberapa
detil kisah ini mungkin tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya
dikarenakan keterbatasanku. Untuk itu, aku mohon maaf bila ada
ketidaksesuaian. Tapi secara garis besar, insya Allah, sudah
mencerminkan keadaan sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar