Selasa, 26 Agustus 2008

Merangsang Anak Gemar Membaca


Merangsang Anak Gemar Membaca. Kenyataan yang terjadi saat ini, kebiasaan membaca buku pada anak mengalami penurunan yang sangat drastis. Sangat sedikit ditemui anak yang gemar membaca. Banyak faktor yang mempengaruhinya. Mulai dari orang tua yang sibuk dan kurang mengerti arti pentingnya membaca, mahalnya harga buku bermutu, hingga gencarnya serangan film-film kartun di televisi. Padahal, kebiasaan membaca sangat penting ditanamkan pada anak sebagai modal dasarnya untuk mencari ilmu di masa depan.
Membiasakan anak untuk membaca tidak bisa dicapai hanya dalam waktu beberapa hari. Anda harus ekstra sabar karena upaya ini bisa memakan waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Lakukan pembiasaan membaca ini sedini mungkin mulai usia pra sekolah. Keterlambatan hanya akan mempersulit di kemudian hari.
Buku di mana-mana
Kunci utama pengenalan buku kepada anak adalah besarnya frekuensi pertemuan yang menyenangkan dengan buku. Apalagi jika banyak buku menarik yang Anda sediakan khusus untuk anak. Biasakanlah di mana pun dan kapan pun, mereka melihat dan membaca buku. Membaca santai di ruang keluarga, di ruang tidur, di ruang makan; pagi, siang atau pun malam.
Sebagai langkah awal, carikan buku yang paling menarik dan disukai anak. Bacaan jenis komik adalah jembatan menuju buku yang lebih berkualitas. Kelebihan komik terletak pada gambar yang kaya warna, kalimat pendek dan ringan sesuai dengan kemampuan anak yang belum terbiasa membaca kalimat padat dan lengkap.
Jangan kecewa jika anak-anak Anda hanya membuka-buka buku yang telah Anda beli dengan harga tinggi. Mungkin hanya gambarnya saja yang mereka amati, atau bahkan kemudian dicoret-coret atau dirobek. Arahkan mereka untuk lebih mencintai buku dengan tidak mencoret dan merobek. Biarkan anak asyik dengan kegiatannya membolak-balik buku berulang-ulang. Ini adalah tanda awal keberhasilan tahap pengenalan yang harus segera direspon lebih lanjut oleh Anda, orang tua.
Bangkitkan motivasinya
Bangkitkan motivasi anak untuk membaca dengan cara membolehkan memilih sendiri buku yang akan ia baca. Anak akan bangkit motivasinya jika ia menemukan keasyikan dan kenikmatan dalam membaca. Tak ada gunanya memaksa anak untuk membaca buku-buku yang bagus menurut selera Anda. Yang lebih penting adalah menumbuhkan keasyikan terlebih dahulu. Sabarlah, karena kelak jika keasyikan telah tumbuh, akan lebih mudah untuk menyuruhnya memilih.
Jadilah orang tua pembaca
Ketika melihat orang tuanya begitu antusias dan serius membaca buku, anak akan penasaran dan termotivasi untuk meniru. Jangan marah jika anak “mengganggu” waktu membaca Anda dengan melihat-lihat buku yang Anda baca. Berikan tanggapan yang positif atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Maka, jika Anda menginginkan anak yang gemar membaca, jadilah orang tua yang gemar membaca.

Selasa, 19 Agustus 2008

Mengakomodasi 3 Cara Belajar


MENGAKOMODASI 3 CARA BELAJAR. Kegiatan belajar mengajar dengan pola guru berdiri di depan kelas, membawa buku paket sambil menerangkan materi, meminta murid ikut membuka buku di atas meja sambil mendengarkan penjelasan guru. Itu semua adalah model pembelajaran konvensional. Pola pembelajaran seperti ini hanya cocok untuk siswa yang menggunakan cara ‘pendengaran (audio)’ sebagai metoda belajarnya.
Ini akan menjadi bencana bagi siswa yang memiliki cara belajar ‘penglihatan (visual)’ atau ‘gerakan (kinestetis)’. Mereka akan cepat bosan sehingga cenderung mencari kesibukan sendiri.
Pembelajaran di kelas baru akan efektif jika mampu mengakomodasi semua cara belajar yang dimiliki seluruh siswa dalam kelas tersebut. Secara garis besar ada 3 jenis cara belajar anak, yaitu cara ‘pendengaran (audio)’, ‘penglihatan (visual)’ serta ‘gerakan (kinestetis)’.
Ciri-ciri Pelajar Audisi
Ø Sangat terpengaruh oleh keributan di sekitarnya
Ø Suka berbicara panjang lebar dan berargumen
Ø Lebih suka bercerita daripada menulis
Ø Kerap berbicara pada diri sendiri saat sibuk
Ø Lebih senang membaca dengan suara keras
Ø Mudah menghafal lagu yang didengar
Ø Mudah menerima keterangan yang disampaikan guru
Ciri-ciri Pelajar Visual
Ø Lebih mudah memahami dan mengingat apa yang dilihat
Ø Lebih suka membaca daripada dibacakan
Ø Cara bicaranya cenderung cepat
Ø Suka mengingat dengan menggunakan asosiasi visual
Ø Tanpa sadar mencoret-coret kertas tanpa tujuan
Ø Biasanya lebih mementingkan penampilan fisik
Ciri-ciri Pelajar Kinestetis
Ø Memberikan respon fisik yang besar terhadap segala sesuatu
Ø Melibatkan sebagian anggota tubuh ketika belajar
Ø Lebih mudah memahami sesuatu dengan cara dipraktekkan
Ø Lebih mudah menghafal dengan cara berjalan dan bergerak
Ø Banyak memanfaatkan isyarat tubuh
Ø Suka permainan yang banyak gerak dan menyibukkan
Ø Sulit untuk bisa duduk diam dalam waktu lama

Senin, 18 Agustus 2008

Tips Membangunkan Anak Sahur

Tips Membangunkan Anak Sahur. Sahur…..! Sahur…..! Bunyi kentongan yang ditabuh ribut para pemuda kampung bisa jadi cukup efektif membangunkan anak untuk sahur di hari-hari pertama Ramadhan. Tetapi, belum tentu kiat ini efektif untuk hari-hari berikutnya selama sebulan yang tiga puluh hari itu. Perlu ada beragam variasi cara untuk membangunkan anak agar bersemangat makan sahur.
Sentuhan bisa diberikan pada penyusunan menu makanan dan minuman yang menarik dan membangkitkan selera makan anak. Sentuhan penunjangpun bisa diberikan dengan menciptakan suasana menggembirakan yang juga membantu menyegarkan badan anak. Tentu saja, kreativitas ibu sangat diperlukan untuk menemukan cara menarik yang beragam dan bervariasi dari pagi ke pagi berikutnya. Mau tahu kiat-kiatnya?

Mengusir kantuk

Sebelum merancang kiatnya, perlu diketahui dulu kendalanya. Pertama dan utama adalah rasa kantuk. Untuk melawan kendala ini, harus dipastikan bahwa jatah tidur anak setiap harinya tetap terpenuhi, tidak berkurang lamanya. Jika di luar bulan puasa mereka tidur dalam sehari selama 10 jam, maka sejumlah itu pulalah mereka perlu tidur di bulan suci Ramadhan.
Jumlah jam tetap sama, hanya pemilihan waktunya yang bisa divariasi dan disesuaikan dengan jadwal kegiatan Ramadhan anak secara keseluruhan. Ada anak yang memiliki banyak teman bermain di sekitar rumah, sehingga memilih untuk menghabiskan waktu siang dan sore hari untuk bermain. Maka, anak itu harus segara tidur seusai shalat tarawih, agar bisa bangunketika sahur.
Namun jika jumlah tidur di malam hari ini pun belum mencukupi jumlahnya, ijinkan mereka tidur barang satu hingga dua jam usai shalat subuh untuk mengganti jam tidurnya.
Anak yang tidak memiliki teman bermain, mungkin lebih memilih tidur siang, sehingga di malam hari ia masih bisa meluangkan waktu menonton televisi acara khusus Ramadhan.

Mengusir rasa malas

Kendala ke dua adalah rasa malas, karena tubuh masih lemas setelah tidur berjam-jam lamanya. Aliran darah belum bisa tersalur lancar ke seluruh bagian tubuh, sehingga banyak bagian badan anak yang terasa lemas dan susah bergerak.
Secara alami, tubuh anak akan mengatasi kendala ini dengan gerakan meregang ( molet ). Secara refleks tangan dan kaki ditarik-tarik, supaya otot tergerak dan darah bisa mengalir lebih lancar. Tulang-tulang pun digerak-gerakkan supaya tidak terasa kaku.
Ajak anak untuk segera duduk setelah ia membuka mata. Biarkan beberapa saat, baru kemudian ajak mereka turun dari tempat tidur menuju ruang makan. Jangan terlampau tergesa memaksa anak untuk segera berada di depan meja makan. Kalau perlu, Anda bisa bawakan minuman hangat ke tempat tidur mereka dan menyuruh anak meminumnya sembari duduk, untuk lebih cepat menyegarkan badan.

Menyegarkan mata

Selain menyegarkan tubuh dengan gerakan-gerakan ringan, mata anak pun segera disegarkan kembali. Televisi merupakan cara terbaik untuk merangsang mata anak agar cepat terbuka. Lagu-lagu Ramadhan untuk anak, cerita kartun kisah nabi-nabi, akan cukup menyenangkan sebagai teman sahur bagi anak.
Anda pun bisa menyediakan buku-buku bacaan bergambar yang menarik. Bagi anak yang terbiasa membaca buku cerita, akan cukup efektif membangunkan mereka dengan memberikan bacaan kesenangan mereka.

Menyegarkan hidung dan mulut

Akhirnya, tujuan akhir membangunkan anak di pagi dini hari adalah agar mereka menghabiskan santap sahurnya. Dalam hal ini, lidah dan hidung memiliki peranan besar. Jika ke dua indera ini sudah terangsang, anak akan menghabiskan hidangan sahur dengan penuh semangat.
Anda bisa memilih menu-menu makanan yang beraroma harum. Opor, soto maupun rawon yang terhidang hangat, baunya cukup nikmat untuk menyegarkan hidung. Tiap anak memiliki kegemaran aroma yang berbeda-beda dan Andalah yang seharusnya paling mengenali kegemaran anak-anak itu. Untuk merangsang lidah, pilih menu-menu ringan kesukaan anak. Jangan memaksakan diri untuk menyediakan masakan-masakan baru yang harus Anda masak di tengah malam, karena ini akan sangat menguras tenaga. Memilih menu makanan yang sudah dimasak semenjak sore dan tinggal menghangatkan ketika sahur akan menjadi pilihan yang bijaksana.

Minggu, 17 Agustus 2008

Aspek EQ Yang Perlu Dikembangkan


Aspek EQ Yang Perlu Dikembangkan. Idealnya, anak punya IQ dan EQ bagus. Jadi, bersamaan dengan kita kembangkan IQ-nya, aspek EQ-nya juga dikembangkan. Nah, berikut 5 aspek EQ yang harus dikembangkan.
1. Kemampuan mengenali diri sendiri
Latih anak untuk menganalisa perasaannya sejak ia mengembangkan kemampuan untuk memilah atau mengategorikan pengalaman. Anak usia 2 tahun sudah bisa merasakan pengalaman yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan. Namun apa saja bentuk pengalaman tersebut, baru bisa dirasakan anak di usia 5 tahun.
2. Kemampuan mengolah dan mengekspresikan emosi dengan tepat
Sebenarnya, usaha mengelola emosi sudah dijalankan anak sejak awal kehidupannya, meskipun ia belum tahu emosi apa yang dirasakannya. Perlu diingat, ekspresi emosi tidak selalu verbal. Bisa juga terlihat dari tatapan muka, gerak-gerik, dan sebagainya. Hanya orang tua yang peka yang akan mengenali ekspresi emosi anaknya.

3. Kemampuan memotivasi diri sendiri

Memotivasi diri sendiri erat kaitannya dengan ketekunan, yang biasanya berkembang melalui proses. Anak yang tekun, rentang perhatiannya lebih besar. Rentang perhatian juga bervariasi, tergantung usia anak.

4. Kemampuan mengenali emosi orang lain
Kemampuan ini merupakan dasar berempati, yaitu kemampuan mengerti dan memahami perasaan orang lain. Ini sangat diperlukan anak kelak dalam membina hubungan dengan orang lain. Kunci berempati ialah kemampuan membaca pesan nonverbal, seperti nada bicara, gerak-gerik, ekspresi wajah dan lain-lain.
5. Kemampuan membina hubungan dengan orang lain
Kemampuan ini baru bisa diperoleh bila anak memiliki ke empat kemampuan di atas. Selain itu, anak juga harus merasa aman di lingkungan ia berada. Rasa aman ini akan membuat anak percaya dan punya kemampuan untuk membina hubungan dengan orang lain.

Kamis, 14 Agustus 2008

Mandiri Bekal Masa Depan

Mandiri Bekal Masa Depan. Dalam masyarakat yang penuh persaingan sekarang ini, sukses tidak bisa diraih begitu saja. Banyak sifat pendukung kemajuan harus dibina sejak kecil. Salah satu di antaranya adalah kemandirian.
Membimbing anak untuk mandiri tidak lain ialah mengembangkan kreativitasnya untuk berbuat sesuatu sendiri. Bukan menghambat kreativitasnya dengan bermacam-macam larangan yang timbul karena kekhawatiran kalau-kalau anak itu bakal celaka, mengganggu lingkungan, atau ‘membuat malu’ keluarga karena ketidakmampuannya.
Intervensi langsung oleh orang tua tidak akan membuat anak mandiri. Kalau memang sudah mampu mengerjakan sesuatu (walaupun tidak sempurna), ia harus kita biarkan melakukannya sendiri. Kalau belum mampu, ya kita ajari dia dengan melakukannya bersamanya. Bukan kita lakukan sendiri (untuk dia), sedang anak kita suruh duduk diam menjadi penonton yang manis.
Persoalan yang paling sulit dalam usaha memandirikan anak adalah bagaimana mengubah pandangan kita (orang dewasa) mengenai kebutuhan anak. Kita terbiasa melayani anak sampai lupa bahwa anak mestinya diajari bagaimana melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhannya dengan kemauan dan kemampuan sendiri.
Untuk mengajari anak agar dapat makan sendiri, mengerjakan PR sendiri, memang jauh lebih banyak memerlukan kesabaran dan keterampilan daripada hanya menyuapi, memakaikan sepatu dan membuatkan PR anak. Padahal mereka justru memerlukan bimbingan, bukan pelayanan.
Namun, banyak orangtua merasa kasihan dan tidak tega melihat anaknya mengerjakan segala sesuatu sendiri, padahal anak itu sudah mampu. Sebenarnya, kita justru harus lebih kasihan pada anak yang serba dilayani dan tidak diajari melakukan sesuatu sendiri. Anak itu tidak bisa mandiri dan selalu tergantung pada orang lain. Ia akan terhambat perkembangannya untuk mandiri dan mencapai kebebasannya sebagai manusia dewasa di kemudian hari. Gara-gara kita, orang tuanya, kasihan dan tidak tega!
Bimbingan kepada anak untuk menjadi mandiri, sebenarnya sudah harus dimulai dari lingkungan keluarga. Tidak hanya berupa pemberian kesempatan untuk mengembangkan diri sesuai kepribadian masing-masing (seperti bakat, minat, kebutuhan dan kecakapan), tapi juga bimbingan karir yang serasi dengan minat dan kemampuannya yang memberi kepuasan lahir dan batin.
Namun, sekarang banyak terjadi dalam keluarga dimana ke dua orangtua bekerja, perawatan dan pengawasan anak diserahkan kepada baby sitter, pengasuh atau malah pembantu rumah tangga. Akibatnya, anak tidak diberi bimbingan, tapi hanya pelayanan. Padahal anak memerlukan bimbingan yang seharusnya dilakukan dengan sungguh-sungguh dan sadar direncanakan dengan tujuan yang akan dicapai. Pembimbing harus mampu bertindak sebagai pendorong semangat, pemberi nasihat dan menjadi teladan yang patut dicontoh. Melihat peran pembimbing yang demikian, sungguh sulit membayangkan bagaimana hasilnya nanti, kalau bimbingan anak hanya diserahkan kepada pengasuhnya.
Lalu, bagaimana jalan keluarnya jika ke dua orangtua bekerja?
Yang lebih berpengaruh dalam pembimbingan anak adalah intensitas perhatian orangtua, bukan lamanya menunggu anak di rumah. Yang penting kualitas pertemuannya, bukan kuantitasnya. Boleh saja kita mempercayakan pengasuhan pada orang lain, tapi perhatian yang besar dan afeksi (kasih sayang) terhadap anak harus ditunjukkan dengan tulus. Tidak baik kalau orang tua setiba dari kantor dan anaknya meminta perhatian, kemudian dijawab, “Wah, Mama capek sudah kerja seharian! Mau istirahat!”. Kemudian anak disuruh main bersama pengasuhnya lagi.

Minggu, 10 Agustus 2008

Metoda Baru Menghafal Asmaul Husna

Metoda Baru Menghafal Asmaul Husna. Hampir semua sekolah berbasis Islam mengajarkan hafalan Asmaul Husna kepada murid-muridnya. Metoda yang paling banyak digunakan saat ini disebut Metoda Behaviouristik, yaitu metoda menghafal dengan cara mengulang-ulang sesering mungkin hingga hafal di luar kepala (pembiasaan). Oleh karena itu, metoda ini biasanya dipraktekkan setiap hari dengan jalan dilagukan untuk memudahkan menghafal.
Metoda ini ternyata memiliki kelemahan, antara lain:
1. Membutuhkan lebih banyak waktu, tenaga dan pikiran
2. Hanya menghafal urutan kata (sekuensial) dan bersifat logis/rasional
3. Mengandalkan kerja otak kiri yang bersifat Short Term Memory (Memori Jangka Pendek) yang hanya bisa bertahan 6 jam
4. Hasilnya variatif karena daya konsentrasi tiap anak berbeda
5. Implementasi/pengamalan nilai-nilai yang terkandung di dalam Asmaul Husna kurang karena tidak tahu artinya.
Alhamdulillah, saat ini telah ditemukan metoda baru menghafal Asmaul Husna yang disebut Metoda Konstruktivisme. Metoda yang diperkenalkan oleh Drs. Hanifuddin Mahadun, M.Ag. dan Dra. Ida Hanif Mahmud, M.Pd.I. dari Jombang ini membantu untuk menghafal Asmaul Husna beserta nomor urut dan artinya secara acak (tidak urut).
Dibandingkan metoda Behaviouristik, Metoda Konstruktivisme ini lebih banyak menggunakan fungsi otak kanan yang bersifat imajinatif dan visual. Daya kerja otak kanan ini ternyata jauh di atas daya kerja otak kiri, yaitu 1600-3000 kali lipat. Sehingga tak heran jika Asmaul Husna sangat mudah dihafal dan lama mengendap dalam memori (sulit lupa). Hal ini tentu akan mempermudah implementasi atas nilai-nilai yang terkandung karena faham Asmaul Husna beserta artinya.
Selain digunakan untuk menghafal Asmaul Husna, metoda ini juga dapat diterapkan untuk menghafal nama-nama surat dalam Al Qur’an beserta arti, jumlah ayat dan kandungan isinya, serta menghafal juz amma (juz 30) beserta nomor ayat dan artinya. Bahkan metoda ini dapat digunakan untuk menghafal pelajaran umum, seperti rumus-rumus kimia dan matematika, kamus bahasa, ringkasan pengetahuan umum lengkap (RPUL) dan lain-lain.

Kamis, 07 Agustus 2008

Mengembangkan Kreatifitas

Mengembangkan Kreatifitas. Kreatifitas adalah kemampuan menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah dan kemampuan menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang baru dengan kegiatan kreatif. Adapun ciri-ciri anak kreatif adalah:
  • Berpikir kreatif, yaitu lancar dalam pemikiran terhadap suatu masalah dan banyak ide. Dengan apa saja dan cara apa saja ia dapat membuat sesuatu.
  • Fleksibilitas atau kelenturan dalam berpikir. Dalam arti, dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang, tidak kaku.
  • Orisinalitas dalam berpikir. Terlihat dari kelangkaan jawabannya alias bukan jawaban yang umum.
  • Berpikir elaborasi, yaitu dapat memperkaya dan memperinci suatu gagasan
Setiap anak punya bakat kreatif, tapi tidak setiap anak akan terus kreatif. Karena kreativitas bisa hilang jika tidak dipupuk, dilatih, dikembangkan atau dirangsang. Oleh sebab itu, orang tua harus sudah merangsang kreativitas anak sejak dini. Dengan demikian, akan memberikan dasar yang kuat pada anak bagi kehidupan selanjutnya, sehingga dalam dirinya sudah ada sikap dan pribadi kreatif.
Untuk mengembangkan kreativitas, orang tua harus mengetahui minat atau bakat masing-masing anak dan menghargainya, mengerti akan kelebihan dan keterbatasan setiap anak. Kemudian doronglah dan berikan motivasi sehingga anak mau berkreasi dengan sendirinya. Caranya dengan memberikan sarana dan fasilitas yang penting dalam rumah. Misalnya, memberikan mainan yang bisa mengembangkan kreativitas anak seperti lego atau balok-balokan. Ciptakan suasana yang nyaman dan aman buat anak, sehingga ia merasa bebas untuk mengekspresikan dirinya. Hargai setiap kreasi anak agar makin termotivasi untuk terus berkreasi.

Rabu, 06 Agustus 2008

Tips Memilih Mainan Anak


Tips Memilih Mainan Anak. Ada kalanya Anda ingin membelikan mainan untuk anak. Sebelum memilih mainan untuk si kecil, ada baiknya baca dulu beberapa tips berikut:

Aman
Ketika memilih mainan untuk anak, hal yang menjadi pertimbangan utama adalah keamanannya. Bila anak masih suka memasukkan sesuatu ke dalam mulut, tentu bukan tindakan yang bijaksana bila memilih mainan yang bentuknya kecil, mempunyai pernik-pernik, atau bagian-bagian kecil lain yang dapat tertelan.

Ringan, lembut, dan tidak mudah pecah
Mainan yang hendak dipilih hendaknya ringan, tidak mempunyai ujung-ujung yang runcingdan terbuat dari bahan yang tidak mudah pecah.

Melatih mengembangkan keterampilan tangan
Bukan sekedar bagus dan murah, tapi memilih mainan juga sebaiknya yang dapat merangsang kemampuan anak untuk menggunakan kemampuan tangannya. Misalnya, buku gambar dan satu set pensil warna atau balok-balok kayu yang dapat disusun.

Membuat anak aktif bergerak
Jangan hanya memilih mainan yang membuat anak duduk terpaku. Pilihkan juga mainan yang memberinya kesempatan untuk berpindah-pindah mengitari rumah. Anak juga akan senang bila ian dapat memjelajahi rumah dengan mainannya. Mainan seperti ini berguna juga untuk melatih kekuatan otot-otot kakinya.

Dapat memberi tantangan
Pada usia pra sekolah, keingintahuan anak makin besar. Oleh karena itu, ia membutuhkan mainan yang dapat memberinya tantangan. Mainan seperti puzzle dan ular tangga dapat memberinya keasyikan baru.

Dapat merangsang imajinasi anak
Permainan boneka, membangun rumah-rumahan, bermain alat kedokteran dari plastik, dapat mengembangkan kemampuannya berimajinasi dengan cara meniru perilaku yang sering dilihatnya.

Selasa, 05 Agustus 2008

Peran Orang Tua Dalam Membentuk Budaya Ilmiah

Peran Orang Tua Dalam Membentuk Budaya Ilmiah. Fasilitas penunjang pendidikan dalam keluarga Islam telah tersedia. Berikutnya adalah pembentukan budaya ilmiah dalam rumah. Maksudnya, pembentukan perilaku dan pembiasaan dari anggota-anggota keluarga yang menunjang visi pendidikan. Beberapa di antaranya adalah:
a. Budaya Islami
Satu-satunya cara terbaik untuk memberikan pendidikan keimanan dan nilai-nilai moral adalah dengan teladan langsung. Maksudnya, akan sangat mudah diajarkan jika orang tua langsung mempraktekkannya. Sehingga anak akan secara langsung mencontoh tanpa harus banyak memberi nasihat. Jadi, tak ada alasan untuk melimpahkan urusan pendidikan keimanan ini ke tangan pihak sekolah semata.
b. Budaya belajar
Yang harus belajar bukan hanya anak-anak. Justru orang tua yang perlu memberikan teladan. Orang tua harus menunjukkan kepada anak-anak bahwa mereka pun gemar belajar. Gairah orang tua inilah yang akan dicontoh anak. Sehingga, tanpa disuruh pun, anak akan senang belajar.
c. Jam Baca
Tujuan penetapan jam baca ini untuk menumbuhkan minat baca anak. Itu sebabnya harus dihindari pemaksaan. Beri kesempatan anak untuk memilih buku yang akan mereka baca. Konsekuensinya, harus ada fasilitas buku-buku yang memadai.
d. Gairah Cerita
Sudahkah Anda membacakan cerita kepada anak setiap hari? Kegiatan ini memiliki manfaat yang besar sekali. Sebagai wahana meluaskan cakrawala berpikir anak, sebagai media bagi orang tua untuk mengajarkan nilai-nilai moral, meningkatkan kecintaan anak terhadap buku, dan memelihara rasa keingintahuan mereka.
e. Gairah Rasa Ingin Tahu
Menumbuhkan budaya ingin tahu di dalam rumah adalah penting sekali. Rasa ingin tahu anak akan terpancing jika mereka menerima informasi yang menarik. Dengan kesabaran orang tua untuk terus menjawab pertanyaan anak, memancingnya dengan pertanyaan baru, inilah yang akan mempertinggi gairah rasa ingin tahu anak.

Senin, 04 Agustus 2008

Fasilitas Pendidikan Dalam Keluarga Islam

Fasilitas Pendidikan Dalam Keluarga Islam. Pendidikan dalam keluarga Islam tidak pernah bisa terlepas dari tanggung jawab orang tua. Lembaga pendidikan hanya berperan sebagai partner pembantu. Tugas orang tua ini akan sangat terdukung jika mampu menciptakan suasana rumah menjadi tempat tinggal sekaligus basis pendidikan. Ada banyak cara untuk melakukannya.
Salah satunya adalah dengan melengkapi fasilitas pendidikan yang menunjang atmosfir belajar. Pengadaan fasilitas penunjang pendidikan haruslah menjadi prioritas utama dalam rumah tangga Islam. Fasilitas-fasilitas tersebut antara lain:
a. Tempat Belajar yang Menyenangkan
Kalau bisa, harus ada tempat belajar khusus untuk masing-masing anak. Seperangkat meja kursi sederhana dilengkapi dengan rak buku sudah bisa diciptakan sebagai meja belajar. Beri kebebasan serta tanggung jawab kepada mereka untuk mengurusi meja belajar masing-masing. Yang perlu diingat, peran orang tua diperlukan agar tempat belajar ini tetap menyenangkan bagi anak. Bantulah mereka mengurusnya sesekali untuk memberikan pengarahan yang benar.
Semakin baik dan menarik keberadaan fasilitas pendidikan, anak akan merasa bahwa kegiatan belajar adalah satu hal yang istimewa dalam keluarga. Selanjutnya, ini akan memacu motivasi belajarnya.
b. Media Informasi
Ilmu pengetahuan tak bisa dilepaskan kaitannya dengan media informasi. Karena dari sinilah sebagian besar ilmu pengetahuan akan diperoleh. Media ini bisa berupa televisi, radio, komputer, buku dan majalah.
Informasi yang disediakan oleh media tidak semuanya dibutuhkan oleh anak. Itu sebabnya, tindakan seleksi perlu dilakukan orang tua. Informasi yang bersifat hiburan boleh diberikan hanya sebatas sebagai refreshing, tidak berlebihan.
c. Perpustakaan
Untuk menumbuhkan motivasi pendidikan anak, buku adalah sarana yang paling tepat. Kecintaan anak terhadap buku mutlak harus ditumbuhkan sedini mungkin. Dan rumah adalah tempat yang paling cocok untuk keperluan itu. Alhamdulillah jika di dalam rumah bisa disediakan tempat untuk perpustakaan mini.

Perlukah PR?

PERLUKAH PR ? Sebagian orang tua tidak setuju, bahkan di sekolah-sekolah berpredikat full day, guru pun membatasi pemberian PR. Karena anak terlampau lelah di sekolah dan waktu di rumah semestinya digunakan untuk menjalin kebersamaan dalam keluarga. Di sisi lain, ada juga orang tua yang mengharapkan guru memberikan PR. Kalau nggak ada PR, anak tidak mau belajar, demikian dalihnya.
Perlu tidaknya pemberian PR, banyak sedikitnya jumlah soal yang diberikan, bisa jadi tidak sama antara anak satu dengan yang lain, walaupun mereka satu kelas sekalipun. Kebutuhan anak akan PR memang spesifik, tergantung beberapa faktor. Di antaranya, tentunya, kemampuan anak dalam menerima pelajaran.
Dari tujuan pemberiannya, PR dapat dibedakan menjadi 2 tujuan, yaitu tujuan remedial (pengulangan untuk meningkatkan kemampuan) dan tujuan pengayaan (perluasan bahasan tema pembicaraan). Tujuan remedial diberikan pada anak yang kemampuannya tertinggal dari target pembahasan pelajaran di kelas, sementara pengayaan diberikan kepada anak yang telah mampu menyelesaikan target pembelajaran sebelum habis batas waktu pembahasannya.
Karena untuk mengejar ketertinggalan, tujuan remedial memiliki bobot kepentingan yang lebih besar daripada tujuan pengayaan, sehingga adanya PR dianggap cukup penting. Sementara PR dengan tujuan pengayaan tidak harus dipaksakan jika ada kegiatan lain yang lebih penting bagi anak untuk mengisi waktunya di rumah.
Sayangnya, dalam pelaksanaannya pemberian PR lebih banyak menggunakan sistem “gebyah uyah”, menyamaratakan kebutuhan tiap anak tanpa mempertimbangkan faktor kemampuan anak. Akibatnya, tujuan PR hanya sebatas sarana mengulang pelajaran yang telah dibahas di sekolah atau persiapan materi yang akan dipelajari mendatang. Tentu ini menjadi “PR besar” bagi institusi pendidikan yang menginginkan peningkatan mutu pendidikan di lembaganya.
Hal lain yang penting diperhatikan dalam pemberian PR adalah kualitasnya. Jika terlalu sulit dan pengerjaannya memakan waktu lama, tentunya kurang tepat dijadikan PR karena akan menimbulkan tekanan pada anak. Efek berikutnya, malah menjadikan anak malas belajar. Belum lagi jika ditambah dengan omelan ibu atau bapak. Yang diperlukan anak saat mengerjakan PR justru dukungan orang tua. Tidak ada salahnya ibu atau bapak sekali waktu secara bergantian ikut menemani anak yang sedang mengerjakan PR.
Tapi harus diingat bahwa menemani anak mengerjakan PR bukan berarti orang tua yang mengerjakan soalnya, anak yang menulis jawabannya. Orang tua cukup mengarahkan cara menyelesaikan soal dengan benar, setelah itu biarlah anak yang menuntaskannya secara mandiri. Jawaban orang tua yang ditulis anak tentu jauh berbeda dengan jawaban yang murni dikerjakan anak.